Rabu, 24 Agustus 2016

HUKUM BERMAIN CATUR..

HUKUM BERMAIN CATUR
Oleh Tahrudin Salam



Satronji atau nardasyir atau yang dikenal di zaman sekarang dengan bermain catur merupakan adat dan kebiasaan orang zaman modern untuk melakukannya. Bentuk permainannya tidak sebagaimana dadu ataupun bermain kartu remi, akan tetapi lebih kepada permainan yang menguras otak dengan mengatur siasat untuk dapat mengalahkan lawan dengan beberapa icon yang diibaratkan sebagai dua buah kerajaan yang sedang melakukan peperangan. Permainan catur ini telah diselenggarakan dalam beberapa pertandingan olah-raga termasuk dalam olah raga tingkat dunia, Olimpiade yang telah dimulai puluhan tahun yang lalu.



Hadits-hadits yang berkeanaan dengan catur

1.      Dari Sulaiman bin Buraidah. Dari bapaknya r.a. katanya Nabi SAW bersabda, "Siapa yang bermain permainan Nardasyir (sejenis catur), maka seolah-olah dia melumuri tangannya dengan daging dan darah babi.".[1] juga hadits yang berarti, "Barang siapa yang bermain dengan dadu berarti ia telah durhaka terhadap Alloh dan rasul-Nya."

2.      "Terkutuk orang yang main catur itu."
Adapun kedudukan hadits ini adalah maudhu'. Dikeluarkan oleh ad-Dailami (IV/63) dari Ibad bin Abdus Shamad dari Anas yang di-marfu'-kannya.
Syaikh La Albani sependapat, sanad ini maudhu' dan kelemahannya karena adanya Ibad ini, yang oleh Imam Bukhari dinyatakan mungkar periwayatannya. Kemudian, Ibnu Hibban menegaskan, "Telah meriwayatkan dari Anas sekumpulan riwayat yang semuanya maudhu'."
Al-Hafizh as-Sakhawi mengatakan dalam kitab Umdatul Muhtaj fi Hukmisy-Syathranj (I/9), "Imam an-Nawawi ditanya tentangnya maka ia jawab tidak shahih."
Yang semisalnya adalah yang dikemukakan oleh imam As-Sayuthi dalam kitabnya al-Jami' dari riwayat Abdan dan Abu Musa serta Ibnu Hazm dari Habbah bin Muslim secara mursal, sambil menambahkan "Dan orang yang melihat kearahnya bagaikan makan daging babi." Al-Manawi mengatakan, "Habbah adalah seorang tabi'in yang tidak dikenal kecuali dengan periwayatan ini," dan didalam kitab al-Mizan dinyatakan, "Ini adalah riwayat mungkar."
Hadits ini, menurut Al Albani, merupakan periwayatan Ibnu Juraij dari Habbah, dikatakan pada salah satu dari kedua jalur sanad yang paling sahih darinya, namun keduanya dhaif. Telah meriwayatkan hadits dari Habbah bin Muslim dan mempunyai dua kelemahan, mursal dan keterputusan sanad.[2]
3.      "Apabila kalian melewati mereka yang tengah bermain undi nasib seperti catur, dadu, dan apa saja yang termasuk lahwun 'main-main' maka janganlah kalian memberi salam kepada mereka. Dan, bila mereka memberi salam kepada kalian, maka janganlah kalian balas salam mereka, karena apabila mereka berkumpul menggelutinya, datanglah iblis --semoga Allah menghinakannya-- dengan membawa tentaranyaseraya mengerumuni mereka. Dan, setiap ada orang yang meninggalkan tempat catur ia memojokkannya, lalu datanglah malaikat dari belakang seraya melotot terhadap mereka, dan merekapun (yakni iblis) tidak lagi mendekati mereka (orang-orang yang berpaling dari permainan). Dan, para malaikat tidak henti-hentinya mengutuk mereka hingga mereka berpisah dan berpencar bagaikan anjing yang berkumpul berebut bangkai, memakannya hingga kenyang perutnya kemudian mereka berpencar."
Hadits ini adalah maudhu'. Dikeluarkan oleh al-Ajri dalam kitab Tahrim an-Nard wasy-Syathranj wal-malahi (II/43-Q) dengan jalur sanad dari Sulaiman bin Daud al-Yamami, dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abu Salamah bin Abdurrahman, dari Abu Hurarirah r.a., ia berkata, "Rasulullah saw. bersabda ..." (hadits di atas).
Menurut Syaikh Al Albani, sanad riwayat ini sangat dhaif dan penyakitnya karena ada Sulaiman bin Daud al-Yamami. Tentangnya, adz-Dzahabi menegaskan dalam kitab al-Mizan, "Ibnu Mu'in mengatakan, 'Sulaiman bin Daud tidak ada harganya.'" Sedangkan Imam Bukhari menyatakan, "Sulaiman bin Daud mungkar periwayatan haditsnya." Mengenai hal ini telah berulang kali saya jelaskan bahwa makna penyataan Bukhari "mungkar periwayatan haditsnya" berarti tidak dibenarkan meriwayatkan hadits pemberitaannya.
Adapun Ibnu Hibban hanya mengatakan ia sebagai perawi dhaif, sedangkan para pakar hadits lainnya menyatakan bahwa Sulaiman bin Daud ditinggalkan periwayatannya.
Kemudian, kami dapatkan al-Hafizh Ibnul Muhibb al-Maqdisi dengan tulisan tangannya menulis catatan pinggir kitab al-Ajri, "Ini hadits dhaif."
Menurut Al Albani, bahkan hadits ini adalah maudhu'. Dan tanda-tanda kepalsuannya sangat nyata karena penyakitnya, yaitu al-Yamami sebagai perawi tertuduh seperti telah kita ketahui dari pernyataan Imam Bukhari." Wallahu a'lam.[3]


Hukum Bermain Catur
Setiap permainan yang menjadikan satu pihak bisa menang dan pihak lain kalah adalah termasuk judi yang diharamkan, baik menggunakan sarana apa saja seperti catur, dadu dan lain-lainya, yang dijaman kita ini disebut lotere atau adu nasib, baik yang bertujuan untuk kebaikan, seperti dana sosial atau yang semata-mata demi mencari keuntungan, maka semuanya itu termasuk keuntungan yang tidak baik.
Ibnu Sirin berkata bahwa setiap sesuatu yang mengandung bahaya, maka itu adalah judi. Dalam hal ini Al Alusi berpendapat bahwa yang tergolong maisir adalah segala macam permainan judi, seperti dadu, catur dan lain-lain. Adapun permainan dadu, maka telah menjadi ijma atas haramnya sebagaimana sabda Rasulullah SAW: " Barang siapa bermain dadu maka benar-benar telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya"..[4]  
Adapun berkenaan dengan bermain catur sebagaimana disebutkan diatas, maka hadits-hadits yang berkenaan dengan masalah tersebut adalah maudhu' hanyasaja para ulama mengharamkannya dengan dalil surat Al Maidah ayat 3.
Sufyan bin Waki' bin Jaroh berkata, "kata 'azlam' adalah catur." Imam Mujahid berkata, "Apabila seseorang meninggal dunia, maka akan ditampakan di hadapan teman-teman duduknya. Suatau hari seorang yang suka bermain catur sedang manghadapi ajalnya, lantas ditalkinkan atasnya syahadat, namun orang tersebut berkata, "Skak," lalu ia mati. Lidahnya sudah terbiasa mengucapkan kata-kata itu selagi ia hidup, sehingga ketika ajal datang ia mengganti kalimat Tauhid dengan skak." Demikian juga sebagaimana orang-orang yang duduk bersama para pemabuk.[5]
Adz Dzahabi berkata, "Adapun tentang catur sebagian besar para ulama mengharamkannya, baik dengan taruhan atau tidak. Jika dengan taruhan maka termasuk judi tanpa diperselisihkan lagi. Sedang jika tidak maka diperselisihkan dan para ulama mengangapnya sama."[6]
Termasuk kekeliruan yang dilakukan kaum muslimin dalam menyambut Id adalah dengan begadang di malam hari, asyik duduk menyaksikan film-film atau sinetron, permainan-permainan, seperti kartu remi, domino, catur dan semisalnya.[7]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin pernah ditanya Apakah boleh bermain catur dengan syarat-syarat tidak terus menerus (kontinyu) tapi hanya pada waktu luang saja. Tidak saling mengejek Selama pemainan. Tidak melalaikan shalat-shalat wajib ? Beliau menjawab, "Menurut pendapat yang kuat bahwa permainan catur hukumnya adalah haram dengan beberapa alasan, yaitu :
  1. Buah catur tidak ubahnya seperti patung yang memiliki bentuk. Sebagaimana diketahui bahwa memiliki gambar atau patung hukumnya adalah haram, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, "Malaikat enggan memasuki rumah yang didalamnya ada gambar.”[8]
  2. Permainan tersebut telah condong membuat lalai dari mengingat Allah, maka sehala sesuatu yang dapat membuat lalai dari mengingat Allah adalah haram hukumnya, karena Allah telah menerangkan tentang hikmah dilarangnya khamr, berjudi, berhala, dan mengundi nasib dengan firman Alloh SWT :
Artinya, “Sesungguhnya setan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran (meminum) khamr dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang. Maka berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu)” [Al-maidah : 91]
Alasan lain yang membuatnya haram adalah bahwa permainan itu berpotensi menimbulkan permusuhan sesama pemain, dimana seseorang bisa saja mengucapkan kata-kata yang tidak sepantasnya ia ucapkan kepada saudaranya sesama muslim. Selain itu, permainan catur dapat membatasi kecerdasan seseorang hanya pada satu bidang saja (hanya dalam permainan catur saja) dan dapat melemahkan akal sebagaimana yang telah saya sebutkan diatas.

Konon dikatakan bahwa orang yang tekun dalam permainan catur, jika mereka terjun ke bidang lain yang membutuhkan kecerdikan dan kecerdasan, maka kita mendapatkan mereka sebagai orang yang paling lemah akalnya. Untuk alasan itulah maka permainan catur diharamkan.
Jika permainan catur tanpa menggunakan uang atau tanpa berjudi saja hukumnya haram, apalagi bila permainan itu disertai dengan perjudian." Demikian pendapat dari Syaikh Utsaimin.[9]
Lepas dari masalah tempat untuk bermainnya apakah di masjid atau ditempat lain, para ulama jauh sebelum kita ini sudah membicarakan sebatas hukum main caturnya saja. Dan sebagaimana biasa dalam masalah yang tidak ada nash yang sorih, maka pendapat mereka para ulama ahli fikih tidaklah sama satu dengan yang lainnya. Secara lebih jauh bisa kita sebutkan beberapa pendapat mereka.
1. Pendapat Pertama : Mereka yang mengharamkan main catur.
Mereka adalah jumhur ulama dari kalangan Al-Hanafiyah, Al-Hanabilah dan sebagian riwayat pendapat Imam Malik ra.
Ulama Al-Hanafiyah menetapkan bahwa permainan catur itu hukumnya makruh baik main dadu atau catur. Sedangkan bila permainan itu bercampur dengan unsur judi, atau dilakukan secara rutin atau bahkan sampai meninggalkan pekerjaan yang wajib, maka hukumnya menjadi haram secara ijma`.
Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa permainan tersebut tidak ada kebaikan di dalamnya, hingga sampai pada titik dimana orang yang bermain catur tidak bisa diterima kesaksiannya.
Al-Hanabilah mengatakan bahwa permainan catur itu hukumnya haram secara mutlak.
2. Pendapat Kedua : Mereka yang mengatakan makruh
Pendapat ini didukung oleh para ulama Asy-Syafi`iyyah dan para pengikutnya. Hanya saja Imam Al-Ghazali mengatakan bahwa hal-hal tersebut menjadi makruh bila dilakukan secara rutin.
3. Pendapat Ketiga : Mereka yang mengatakan boleh.
Ini adalah pendapat para tabiin besar seperti dan juga riwayat dari Abi Yusuf dari Al-Hanafiyah dan mereka memberikan alasan jika permainan itu dimaksudkan untuk melatih otak.
Al-Hafiz Ibnul-Bar berkata bahwa pendapat jumhur fuqoha tentang catur adalah bahwa orang yang memainkannya tanpa ada unsur judi dan dilakukan secara tertutup bersama keluarga sekali dalam sebulan atau setahun dan juga tidak diketahui oleh orang lain maka hukumnya dimaafkan dan tidak haram atau tidak makruh.
Tapi jika dia melakukannya secara terang-terangan maka muru`ah dan A`dalahnya jatuh sehinggga mengakibatkan kesaksiannya tidak diterima. (Lihat At-Tamhid : 13/183 dan Al-Qurtubi : 8/338).
Diantara orang yang memberikan rukhshah untuk bermain catur selama tidak ada unsur judi adalah : Said bin Musayyab, Said bin Jubair, Muhammad bin Sirin, Urwah bin Zubair, As-Sya`bi, Al-Hasan Al-Bashri, Ali bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Ibnu Syihab, Rabi`ah dan Atho` (Lihat At-Tamhid : 13/181).
Dr. Yusuf Al-Qordhawi dalam kitab Halal dan Haramnya yang masyhur, beliau berkata, "Di antara permainan yang sudah terkenal ialah catur. Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang memandang hukumnya, antara mubah, makruh dan haram. Mereka yang mengharamkan beralasan dengan beberapa hadis Nabi s.a.w. Namun para pengkritik dan penyelidiknya menolak dan membatalkannya. Mereka menegaskan, bahwa permainan catur hanya mulai tumbuh di zaman sahabat. Oleh karena itu setiap hadis yang menerangkan tentang catur di zaman Nabi adalah hadis-hadis batil (dhaif). [10]
Di kalangan para sahabat sendiri berbeda dalam memandang masalah catur ini. Ibnu Umar menganggapnya sama dengan dadu. Sedang Ali memandangnya sama dengan judi. (Mungkin yang dimaksud, yaitu apabila dibarengi dengan judi). Sementara ada juga yang berpendapat makruh.
Ali bin Abi Tholib berkata, Catur itu adalah judinya orang-orang a'jam ( selain Arab ). " Suatu ketika beliau bnerjalan di  hadapan orang yang bermain catur lalu berkata, "Patung-patung apakah yang kalian hadapi ini ? Seandainya kalian menyentuh bara api samapi p[adam adalah lebih baik dari pada menyentuh benda ini, Demi Alloh bukan untuk ini kalian diciptakan."
Sedangkan sahabat Ibnu Abbas pernah diamanahi mengurusi anak yatim dan harta mereka, lalu beliau mendapatkan dalam rumah itu terdapat catur lalu beliau membakarnya, kalalulah boleh tentu beliau tidak akan membakarnya. Abu Musa Al Asy'ari berkata, "Orang yang bermain catur hanyalah orang yang salah."
Ibrohim An Nakho'I berkata, "Bermain catur adalah terkutuk."[11]
Dan di antara sahabat dan tabi'in ada juga yang menganggapnya mubah. Di antara mereka itu ialah: Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Ibnu Sirin, Hisyam bin 'Urwah, Said bin Musayyib dan Said bin Jubair. Inilah pendapat orang-orang kenamaan dan begitu jugalah pendapat saya. Sebab menurut hukum asal, sebagaimana telah kita ketahui, adalah mubah. Sedang dalam hal ini tidak ada satu nas tegas yang menerangkan tentang haramnya. Dan pada catur itu sendiri melebihi permainan dan hiburan biasa. Di dalamnya terdapat semacam olah raga otak dan mendidik berfikir. Oleh karena itu tidak dapat disamakan dengan dadu. Dan justru itu pula mereka mengatakan: yang menjadi ciri daripada dadu ialah untung-untungan (spekulasi), jadi sama dengan azlam. Sedang yang menjadi ciri dalam permainan catur ialah kecerdasan dan latihan, jadi sama dengan lomba memanah.
Namun tentang kebolehannya ini dipersyaratkan dengan tiga syarat :
1. Tidak boleh menyebabkan tertundanya shalat
2. Tidak boleh bercampur dengan unsur judi
3. Bisa menjaga lisannya ketika sedang bermain untuk tidak bicara kotor atau membicarakan orang dan yang sejenisnya.
Kalau ketiga syarat ini tidak dapat dipenuhinya, maka dapat dihukumi haram.[12]
Imam Asy Syafi'i pernah ditanya oleh seseorang, "Hai Imam Syafi’i, kamu membolehkan manusia bermain catur padahal Rasulullah saw telah bersabda, 'Tidak menyukai permainan catur kecuali seorang penyembah berhala.'[13]
Demikian Imam Asy Syafii, bahkan beliau membolehkan permainan catur dengan syarat-syarat, bila permainan catur tanpa pertaruhan, tanpa omongan yang melampaui batas dan tidak sampai melalaikan shalat, maka tidak haram dan tidak termasuk maisir (judi), karena judi ditandai adanya pembayaran uang atau pengambilan uang, sedang hakekat permainan catur tidak demikian, maka ia tidak termasuk judi.[14]
Imam An Nawawi pernah ditanya tentang boleh dan tidaknya, dosa atau tidak bermain catur, beliau menyebutkan bila dalam permainan menyebabkan hilangnya kesempatan untuk menunaikan sholat, atau disertai dengan taruhan maka hukumnya menjadi haram, jika tidak maka makruh, demikian pendapoat Asy Syafi'I sedang menurut pendapat lainnya tetap haram.[15]
Dengan ketatnya pendapat ulama tentang masalah main catur ini, apalagi para ulama dahulu sering mengaitkannya dengan muruah dan `adalah seseorang, yaitu kehormatan / nama baik dan keadilan. Sehingga bisa menggugurkan level kebolehannya untuk bisa diterima kesaksiannya di depan sidang pengadilan. Terlebih lagi bermain catur di dalam masjid, maka hal ini sangatlah tidak layak karena bermain catur di masjid jelas merusak kehormatan masjid itu sendiri dan lebih baik baiknya untuk dihindari. [16]
Demikian bermain catur secara umum, terlebih dilakukan di masjid. Maka dalam hal ini Alloh SWT telah berfirman yang artinya, "(Mereka yang mendapat pancaran nur Ilahi) adalah bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.. (Meraka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberikan balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya ALlah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas." ( Q.S An Nuur : 36-38 )


Kesimpulan :
            Para Ulama berbeda pendapat dalam hal hukum bermain catur, kebanyakan dari mereka adalah mengharamkannya dengan menyamakannya dengan permainan dadu dan atau selainnya yang baik dilakukannya untuk berjudi atau tidak. Adapun yang membolehkan permainan catur adalahdengan syarat-syarat yang telah disebutkan oleh para ulama diatas.
Wallahu A`lam Bish-Showab,




Daftar Maroji' :

  1. Al-Fiqh al-lslami wa Adillatuh, DR. Wahbah Az Zuhaili, CET 4 TAHUN 1418 / 1997 Darul Fikr wal Ma'ashir, Beirut, Suriyah
  2. Imam Adz Dzahabi, Al Kabaair wa yaliihi Al mahrumat wal manhiyat, cet 4 tahun 1416, Daar Ibnul Mubarok, Saudi Arabia
  3. Imam Adz Dzahabi, Al Kabaair, ( Edisi Arab ), tanpa tahun Dinamika Utama Jakarta & Edisi Indonesia; Dosa-dosa Besar cet 1, pustaka Arofah, Solo
  4. Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Al Halal wal Harom; Edisi Indonesia Halal dan Haram dalam Islam, penerjemah Mu'ammal Hamidy, cetakan tahun 1993 Penerbit PT. Bina Ilmu, Surabaya
  5. Muhammad Nashruddin al-Albani, Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah (Edisi Indonesia; Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', Penterjemah: A.M. Basamalah, Penyunting: Drs. Imam Sahardjo HM., Cetakan 1, tahun 1994, Gema Insani Press, Jakarta
  6. Imam Muslim An Naisaburi, HADITS SHAHIH MUSLIM (Edisi Indonesia; Terjemahan Hadits "Shahih Muslim", Penterjemah : Ma'mur Daud, Pentashih : Syekh H. Abd. Syukur Rahimy, Cetakan kelima, Thn 2003, Penerbit Fa. Widjaya, Jakarta
  7. Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa    Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-3, Darul Haq Jakarta.
  8. Syaikh Ibn Utsaimin, Al-As’ilah Al-Muhimmah, Mamalakah Aroniyah Su'udiyah, Arab SAudi
  9. Syariahonline.com, Pusat Konsultasi Syariah, Office : TB Simatupang 12 A Lenteng Agung Jagakarsa Jakarta Selatan Indonesia, telp. (62-21) 78847267  fax. (62-21) 78847268
  10. www.al-shia.com
  11. www.assofwa.or.id








[1] Imam Muslim, Sohih Muslim; Edisi Indonesia Terjemahan Hadits "Shahih Muslim" Penterjemah : Ma'mur Daud hadits no. (2107)
[2] Muhammad Nashruddin al-Albani, Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah ( Edisi Indonesia; Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', penterjemah: A.M. Basamalah,
Hadits No. 1145)

[3] Muhammad Nashruddin al-Albani, Silsilatul-Ahaadiits adh-Dhaifah wal Maudhu'ah wa Atsaruhas-Sayyi' fil-Ummah ( Edisi Indonesia; Silsilah Hadits Dha'if dan Maudhu', penterjemah: A.M. Basamalah,
Hadits No. 1146

[4] lihat Ruhul Ma'ani, Al Alusi, II halaman 114
[5] Adz Dzahabi, Al Kabair, masalah no.58
[6] ibid
[7] Sumber: Brosur berbahasa Arab tentang Hari Raya, ditulis oleh Hamud bin Abdul Aziz al-Shaigh.www as-sofwa.or.id
[8]  Al-bukhari dalam bab Bad’u Al-Khalqi 2336 ; Muslim dalam bab Al-Libas 85-2106
[9] Syaikh Ibn Utsaimin, Al-As’ilah Al-Muhimmah, hal. 17,

[10]  Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam halaman 410
[11]  Dari kitab Al Kabair bab nard wa nardasyir
[12]  Syekh Muhammad Yusuf Qardhawi, Halal dan Haram dalam Islam halaman 410
[13]  al-Fiqh al-lslami wa Adillatuh, jld. 5, hal. 566.juga dapat dilihat dalam Al-Umm, asy-Syafi’i, jld. 6, hal. 208.
[14] lihat Ruhul Ma'ani, Al Alusi, II halaman 114
[15] Al Kaba'ir, Adz Dzahabi no.58
[16] email info@syariahonline.com
Baca selengkapnya

Senin, 22 Agustus 2016

12 BARISAN DI AKHIRAT


12 BARISAN DI AKHIRAT

Suatu ketika, Muadz bin Jabal ra menghadap Rasulullah saw dan bertanya: "Wahai Rasulullah, tolong uraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT: "Pada saat sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris." (QS An-Naba':18)"
Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaian dengan air mata. Lalu menjawab: "Wahai Muadz, engkau telah bertanya kepadaku, perkara yang amat besar, bahwa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris."
Maka dinyatakan apakah 12 barisan tersebut.....

Barisan Pertama
Digiring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati tetangganya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Kedua
Digiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Yang Maha Pengasih: "Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan sholat,maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Ketiga
Mereka berbentuk keledai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala jengking. "Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Keempat
Digiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancuran keluar dari mulut mereka. "Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jual beli, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Kelima
Digiring dari kubur dengan bau busuk dari bangkai. Ketika itu Allah SWT menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang Mahsyar. "Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan durhaka takut diketahui oleh manusia tetapi tidak pula merasa takut kepada Allah SWT, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Keenam
Digiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan. "Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Ketujuh
Digiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir keluar nanah dan darah. "Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."


Barisan Kedelapan
Digiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki ke atas. "Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Kesembilan
Digiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh. "Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Kesepuluh
Digiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit sopak dan kusta. "Mereka adalah orang yang durhaka kepada orang tuanya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Kesebelas
Digiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar beraneka kotoran. "Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

Barisan Kedua Belas
Mereka digiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan: "Mereka adalah orang yang beramal saleh dan banyak berbuat baik. Mereka menjauhi perbuatan durhaka, mereka memelihara sholat lima waktu,ketika meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah syurga, mendapat ampunan, kasih sayang dan keredhaan Allah Yang Maha Pengasih..."
Semoga kita semua di saf yang Ke-12 yang mendapat rahmat dari Allah SWT. Amin...

Baca selengkapnya

Jumat, 19 Agustus 2016

HUKUM ABORSI DALAM PANDANGAN KACA MATA ISLAM

HUKUM ABORSI DALAM PANDANGAN KACA MATA ISLAM
Ustadz yang terhormat, saya ingin bertanya. Apa hukumnya aborsi dalam pandangan Islam? Jika boleh, saat kapan kita bisa melakukan aborsi? Soalnya ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sejak sel sperma ketemu dengan ovum (sel telur), hukum aborsi haram. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sebelum 40 hari, hukum aborsi mubah. Yang mana yang benar? Mohon penjelasannya.

HUKUM ABORSI DALAM ISLAM
Jawab: Pendahuluan
Pertama-tama harus dideklarasikan bahwa aborsi bukanlah semata masalah medis atau kesehatan masyarakat, melainkan juga problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang dianut suatu masyarakat. Paham asing ini tak diragukan lagi telah menjadi pintu masuk bagi merajalelanya kasus-kasus aborsi, dalam masyarakat mana pun. Data-data statistik yang ada telah membuktikannya. Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika -- yaitu hampir 2 juta jiwa -- lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah: Perang Vietnam 58.151 jiwa, Perang Korea 54.246 jiwa, Perang Dunia II 407.316 jiwa, Perang Dunia I 116.708 jiwa, Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa. Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus (http://www.genetik2000.com/).

Data tersebut ternyata sejalan dengan data statistik yang menunjukkan bahwa mayoritas orang Amerika (62 %) berpendirian bahwa hubungan seksual dengan pasangan lain, sah-sah saja dilakukan. Mereka beralasan toh orang lain melakukan hal yang serupa dan semua orang melakukannya (James Patterson dan Peter Kim, 1991, The Day America Told The Thruth dalam Dr. Muhammad Bin Saud Al Basyr, Amerika di Ambang Keruntuhan, 1995, hal. 19).
Bagaimana di Indonesia? Di negeri yang mayoritas penduduknya muslim ini, sayang sekali ada gejala-gejala memprihatinkan yang menunjukkan bahwa pelaku aborsi jumlahnya juga cukup signifikan. Memang frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, karena aborsi buatan sangat sering terjadi tanpa dilaporkan kecuali jika terjadi komplikasi, sehingga perlu perawatan di rumah sakit. Akan tetapi, berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu (Aborsi.net). Pada 9 Mei 2001 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (waktu itu) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa dalam Seminar “Upaya Cegah Tangkal terhadap Kekerasan Seksual Pada Anak Perempuan” yang diadakan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Jatim di FISIP Universitas Airlangga Surabaya menyatakan, “Angka aborsi saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat.” (www.indokini.com). Ginekolog dan Konsultan Seks, dr. Boyke Dian Nugraha, dalam seminar “Pendidikan Seks bagi Mahasiswa” di Universitas Nasional Jakarta, akhir bulan April 2001 lalu menyatakan, setiap tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di Indonesia (www.suarapembaruan.com).

Dan ternyata pula, data tersebut selaras dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang mencerminkan dianutnya nilai-nilai kebebasan yang sekularistik. Mengutip hasil survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu Jakarta, Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era Baru Gerakan Keluarga Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan ada 42 % remaja yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya masih aktif menjalaninya. Survei ini dilakukan di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117 remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun. Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah wanita. Sebagian besar dari kalangan menengah ke atas yang berdomisili di Jakarta Selatan (www.kompas.com).
Berdasarkan hal ini, dapat disimpulkan bahwa aborsi memang merupakan problem sosial yang terkait dengan paham kebebasan (freedom/liberalism) yang lahir dari paham sekularisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan (Abdul Qadim Zallum, 1998).

Terlepas dari masalah ini, hukum aborsi itu sendiri memang wajib dipahami dengan baik oleh kaum muslimin, baik kalangan medis maupun masyarakat umumnya. Sebab bagi seorang muslim, hukum-hukum Syariat Islam merupakan standar bagi seluruh perbuatannya. Selain itu keterikatan dengan hukum-hukum Syariat Islam adalah kewajiban seorang muslim sebagai konsekuensi keimanannya terhadap Islam. Allah SWT berfirman:
“Maka demi Tuhanmu, mereka pada hakikatnya tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) sebagai pemutus perkara yang mereka perselisihkan di antara mereka.” (Qs. an-Nisaa` [4]: 65).
“Dan tidak patut bagi seorang mu`min laki-laki dan mu`min perempuan, jika Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.” (Qs. al-Ahzab [33]: 36).
Sekilas Fakta Aborsi
Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibat-akibat tertentu) sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. (JNPK-KR, 1999) (www.jender.or.id) Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan pengertian aborsi sebagai berikut: “Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram.” Definisi lain menyatakan, aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh (Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3, halaman 260).
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
2.Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis
3.Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum

Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa (www.genetik2000.com).

Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya.
1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2. Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5. Juga dipakai cara operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa (www.genetik2000.com).
Dengan berbagai alasan seseorang melakukan aborsi tetapi alasan yang paling utama adalah alasan-alasan non-medis. Di Amerika Serikat alasan aborsi antara lain:
1. Tidak ingin memiliki anak karena khawatir menggangu karir, sekolah, atau tanggung jawab yang lain (75%)
2. Tidak memiliki cukup uang untuk merawat anak (66%)
3. Tidak ingin memiliki anak tanpa ayah (50%)
Alasan lain yang sering dilontarkan adalah masih terlalu muda (terutama mereka yang hamil di luar nikah), aib keluarga, atau sudah memiliki banyak anak. Ada orang yang menggugurkan kandungan karena tidak mengerti apa yang mereka lakukan. Mereka tidak tahu akan keajaiban-keajaiban yang dirasakan seorang calon ibu, saat merasakan gerakan dan geliatan anak dalam kandungannya.
Alasan-alasan seperti ini juga diberikan oleh para wanita di Indonesia yang mencoba meyakinkan dirinya bahwa membunuh janin yang ada di dalam kandungannya adalah boleh dan benar. Semua alasan-alasan ini tidak berdasar.
Sebaliknya, alasan-alasan ini hanya menunjukkan ketidak pedulian seorang wanita, yang hanya mementingkan dirinya sendiri (www.genetik2000.com).
Data ini juga didukung oleh studi dari Aida Torres dan Jacqueline Sarroch Forrest (1998) yang menyatakan bahwa hanya 1% kasus aborsi karena perkosaan atau incest (hubungan intim satu darah), 3% karena membahayakan nyawa calon ibu, dan 3% karena janin akan bertumbuh dengan cacat tubuh yang serius. Sedangkan 93% kasus aborsi adalah karena alasan-alasan yang sifatnya untuk kepentingan diri sendiri termasuk takut tidak mampu membiayai, takut dikucilkan, malu, atau gengsi (www.genetik2000.com).
Aborsi Menurut Hukum Islam
Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998) dalam bukunya Emansipasi Adakah Dalam Islam halaman 127-128 menyebutkan bahwa aborsi dapat dilakukan sebelum atau sesudah ruh (nyawa) ditiupkan. Jika dilakukan setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya. Tetapi para ulama fiqih berbeda pendapat jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya.

Yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan.
Yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh (Masjfuk Zuhdi, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, halaman 81; M. Ali Hasan, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, halaman 57; Cholil Uman, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, halaman 91-93; Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, halaman 77-79).
Pendapat yang disepakati fuqoha, yaitu bahwa haram hukumnya melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh (empat bulan), didasarkan pada kenyataan bahwa peniupan ruh terjadi setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan. Abdullah bin Mas’ud berkata bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:
“Sesungguhnya setiap kamu terkumpul kejadiannya dalam perut ibumu selama 40 hari dalam bentuk ‘nuthfah’, kemudian dalam bentuk ‘alaqah’ selama itu pula, kemudian dalam bentuk ‘mudghah’ selama itu pula, kemudian ditiupkan ruh kepadanya.” [HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, dan Tirmidzi].
Maka dari itu, aborsi setelah kandungan berumur 4 bulan adalah haram, karena berarti membunuh makhluk yang sudah bernyawa. Dan ini termasuk dalam kategori pembunuhan yang keharamannya antara lain didasarkan pada dalil-dalil syar’i berikut. Firman Allah SWT:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151).
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31).
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33).
“Dan apabila bayi-bayi yang dikubur hidup-hidup itu ditanya karena dosa apakah ia dibunuh.” (Qs. at-Takwiir [81]: 8-9)
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Adapun aborsi sebelum kandungan berumur 4 bulan, seperti telah diuraikan di atas, para fuqoha berbeda pendapat dalam masalah ini. Akan tetapi menurut pendapat Syaikh Abdul Qadim Zallum (1998) dan Dr. Abdurrahman Al Baghdadi (1998), hukum syara’ yang lebih rajih (kuat) adalah sebagai berikut. Jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Dalam hal ini hukumnya sama dengan hukum keharaman aborsi setelah peniu¬pan ruh ke dalam janin. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. (Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam: Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, halaman 45-56; Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, halaman 129 ).
Dalil syar’i yang menunjukkan bahwa aborsi haram bila usia janin 40 hari atau 40 malam adalah hadits Nabi Saw berikut:
“Jika nutfah (gumpalan darah) telah lewat empat puluh dua malam, maka Allah mengutus seorang malaikat padanya, lalu dia membentuk nutfah tersebut; dia membuat pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulang belulangnya. Lalu malaikat itu bertanya (kepada Allah), ‘Ya Tuhanku, apakah dia (akan Engkau tetapkan) menjadi laki-laki atau perempuan?’ Maka Allah kemudian memberi keputusan...” [HR. Muslim dari Ibnu Mas’ud r.a.].
Dalam riwayat lain, Rasulullah Saw bersabda: “(jika nutfah telah lewat) empat puluh malam...”
Hadits di atas menunjukkan bahwa permulaan penciptaan janin dan penampakan anggota-anggota tubuhnya, adalah sete¬lah melewati 40 atau 42 malam. Dengan demikian, penganiayaan terhadapnya adalah suatu penganiayaan terhadap janin yang sudah mempunyai tanda-tanda sebagai manusia yang terpelihara darahnya (ma'shumud dam). Tindakan penganiayaan tersebut merupakan pembunuhan terhadapnya.

Berdasarkan uraian di atas, maka pihak ibu si janin, bapaknya, ataupun dokter, diharamkan menggugurkan kandungan ibu tersebut bila kandungannya telah berumur 40 hari.
Siapa saja dari mereka yang melakukan pengguguran kandungan, berarti telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal yang mewajibkan pembayaran diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), sebagaimana telah diterangkan dalam hadits shahih dalam masalah tersebut. Rasulullah Saw bersabda :
“Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan...” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.] (Abdul Qadim Zallum, 1998).
Sedangkan aborsi pada janin yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja’iz) dan tidak apa-apa. Ini disebabkan bahwa apa yang ada dalam rahim belum menjadi janin karena dia masih berada dalam tahapan sebagai nutfah (gumpalan darah), belum sampai pada fase penciptaan yang menunjukkan ciri-ciri minimal sebagai manusia.
Di samping itu, pengguguran nutfah sebelum menjadi janin, dari segi hukum dapat disamakan dengan ‘azl (coitus interruptus) yang dimaksudkan untuk mencegah terjadinya kehamilan. ‘Azl dilakukan oleh seorang laki-laki yang tidak menghendaki kehamilan perempuan yang digaulinya, sebab ‘azl merupakan tindakan mengeluarkan sperma di luar vagina perem¬puan. Tindakan ini akan mengakibatkan kematian sel sperma, sebagaimana akan mengakibatkan matinya sel telur, sehingga akan mengakibatkan tiadanya pertemuan sel sperma dengan sel telur yang tentu tidak akan menimbulkan kehamilan.
Rasulullah Saw telah membolehkan ‘azl kepada seorang laki-laki yang bertanya kepada beliau mengenai tindakannya menggauli budak perempuannya, sementara dia tidak mengingin¬kan budak perempuannya hamil. Rasulullah Saw bersabda kepa¬danya:

“Lakukanlah ‘azl padanya jika kamu suka!” [HR. Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud].

Namun demikian, dibolehkan melakukan aborsi baik pada tahap penciptaan janin, ataupun setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibu akan mengakibatkan kematian ibu dan janinnya sekaligus. Dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa ibu. Menyelamatkan kehidupan adalah sesuatu yang diserukan oleh ajaran Islam, sesuai firman Allah SWT:

“Barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.” (Qs. al-Maa’idah [5]: 32) .

Di samping itu aborsi dalam kondisi seperti ini termasuk pula upaya pengobatan. Sedangkan Rasulullah Saw telah memerintahkan umatnya untuk berobat. Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!” [HR. Ahmad].
Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
“Idza ta’aradha mafsadatani ru’iya a’zhamuha dhararan birtikabi akhaffihima”

“Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.” (Abdul Hamid Hakim, 1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, halaman 35).
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun tak syak lagi bahwa menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut (Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, 1998).
Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. Kehidupan (al hayah) menurut Ghanim Abduh dalam kitabnya Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) halaman 85 adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan (al hayah) sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan.
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan (al hayah). Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma. Padahal faktanya tidak demikian. Andaikata katakanlah pendapat itu diterima, niscaya segala sesuatu aktivitas yang menghilangkan kehidupan adalah haram, termasuk ‘azl. Sebab dalam aktivitas ‘azl terdapat upaya untuk mencegah terjadinya kehidupan, yaitu maksudnya kehidupan pada sel sperma dan sel telur (sebelum bertemu). Padahal ‘azl telah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. Dengan kata lain, pendapat yang menyatakan haramnya aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, akan bertentangan dengan hadits-hadits yang membolehkan ‘azl.
Kesimpulan

Aborsi bukan sekedar masalah medis atau kesehatan masyarakat, namun juga problem sosial yang muncul karena manusia mengekor pada peradaban Barat. Maka pemecahannya haruslah dilakukan secara komprehensif-fundamental-radikal, yang intinya adalah dengan mencabut sikap taqlid kepada peradaban Barat dengan menghancurkan segala nilai dan institusi peradaban Barat yang bertentangan dengan Islam, untuk kemudian digantikan dengan peradaban Islam yang manusiawi dan adil.
Hukum aborsi dalam pandangan Islam menegaskan keharaman aborsi jika umur kehamilannya sudah 4 (empat) bulan, yakni sudah ditiupkan ruh pada janin. Untuk janin yang berumur di bawah 4 bulan, para ulama telah berbeda pendapat. Jadi ini memang masalah khilafiyah. Namun menurut pemahaman kami, pendapat yang rajih (kuat) adalah jika aborsi dilakukan setelah 40 (empat puluh) hari, atau 42 (empat puluh dua) hari dari usia kehamilan dan pada saat permulaan pembentukan janin, maka hukumnya haram. Sedangkan pengguguran kandungan yang usianya belum mencapai 40 hari, maka hukumnya boleh (ja'iz) dan tidak apa-apa. Wallahu a’lam [M. Shiddiq al-Jawi]
Referensi:
1. Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta
2. Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta
3. Hasan, M. Ali, 1995, Masail Fiqhiyah Al Haditsah Pada Masalah-Masalah Kontemporer Hukum Islam, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Mahjuddin, 1990, Masailul Fiqhiyah Berbagai Kasus Yang Yang Dihadapi Hukum Islam Masa Kini, Kalam Mulia, Jakarta
4. Uman, Cholil, 1994, Agama Menjawab Tentang Berbagai Masalah Abad Modern, Ampel Suci, Surabaya
5. Zallum, Abdul Qadim, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
6. Zuhdi, Masjfuk, 1993, Masail Fiqhiyah Kapita Selekta Hukum Islam, Haji Masagung, Jakarta

Sumber :hayatulislam.net

Baca selengkapnya

HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK

HUKUM MENGASURANSIKAN JIWA DAN HARTA MILIK
Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
HUKUM ASURANSI JIWA, ASURANSI HARTA

Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Apa hukum mengasuransikan jiwa dan harta milik?
Jawaban:
Asuransi atas jiwa tidak boleh hukumnya karena bila malaikat maut datang menjemput orang yang mengasuransikan jiwanya tersebut, dia tidak dapat mewakilkannya kepada perusahaan asuransi. Ini semata adalah kesalahan, kebodohan dan kesesatan. Didalamnya juga terdapat makna bergantung kepada selain Allah, yaitu kepada perusahaan itu. Jadi, dia berprinsip bahwa jika mati, maka perusahaanlah yang akan menanggung makanan dan biaya hidup bagi ahli warisnya. Ini adalah kebergantungan kepada selain Allah.
Masalah ini pada mulanya diambil dari maysir (judi), bahkan realitasnya ia adalah maysir itu sendiri, sementara Allah telah menggandengkan maysir ini dengan kesyirikan, mengundi nasib dengan anak panah (al-azlam) dan khamr. Di dalam aturan main asuransi, bila seseorang membayar sejumlah uang, maka bisa jadi dalam sekian tahun itu dia tetap membayar sehingga menjadi Gharim (orang yang merugi). Namun bila dia mati dalam waktu –waktu yang dekat, maka justru perusahaanlah yang merugi. Karenanya, (kaidah yang berlaku, pent), "Setiap akad (transaksi) yang terjadi antara Al-Ghunm (mendapatkan keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapatkan kerugian) maka ia adalah maysir"
[Majmu Durus Wa Fatawa Al-Haram Al-Makkiy, Juz III, hal: 192, dari Fatwa Syaikh Muhammad bin Utsaimin]
 [Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 37-38 Darul Haq]

Baca selengkapnya

HUKUM MENGASURANSIKAN HARTA MILIK

HUKUM MENGASURANSIKAN HARTA MILIK
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

ASURANSI PANDANGAN ISLAM


Pertanyaan:
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya: Saya mendengar dari sebagian orang bahwa seseorang dapat mengasuransikan harta miliknya dan bilamana terjadi petaka terhadap harta yang telah diasuransikan tersebut, perusahaan bersangkutan akan membayar ganti rugi atas harta-harta yang mengalami kerusakan tersebut. Saya berharap adanya penjelasan dari Syaikh mengenai hukum asuransi ini, apakah ada di antara asuransi-asuransi tersebut yang dibolehkan dan yang tidak?
Jawaban:
Pengertian asuransi adalah seseorang membayar sesuatu yang sudah diketahui kepada perusahaan, per-bulan atau per-tahun agar mendapat jaminan dari perusahaan tersebut atas petaka/kejadian yang dialami oleh sesuatu yang diasuransikan tersebut. Sebagaimana yang sudah diketahui, bahwa si pembayar asuransi ini adalah orang yang merugi (Gharim) dalam setiap kondisinya.

Sedangkan perusahaan tersebut, bisa mendapatkan keuntungan (Ghanim) dan bisa pula merugi (Gharim). Dalam artian, bahwa bila kejadian yang dialami besar (parah) dan biayanya lebih banyak dari apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi, maka perusahaanlah yang menjadi pihak yang merugi. Dan bila kejadiannya kecil (ringan) dan biayanya lebih kecil dibanding apa yang telah dibayar oleh si pengasuransi atau memang asalnya tidak pernah terjadi kejadian apapun, maka perusahaanlah yang mendapatkan keuntungan dan si pengasuransi menjadi pihak merugi.
Transaksi-transaksi seperti jenis inilah –yakni akad yang menjadikan seseorang berada dalam lingkaran antara Al-Ghunm (meraih keuntungan) dan Al-Ghurm (mendapat kerugian)- yang dianggap sebagai maysir yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan digandengkan dengan penyebutan khamr dan penyembahan berhala.
Maka, berdasarkan hal ini, jenis asuransi semacam ini adalah diharamkan dan saya tidak pernah tahu kalau ada asuransi yang didirikan atas dasar Gharar (manipulasi) hukumnya diperbolehkan, bahkan semuanya itu haram berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam melarang jual beli barang yang tidak jelas [manipulatif]. 
[Dari Fatwa Syaikh Ibn Utsaimin yang beliau tanda tangani]
[Hadits Riwayat Muslim, Kitabul Buyu' (1513)]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini-2, hal 38-39 Darul Haq]
Baca selengkapnya

HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI

 HUKUM PERUSAHAAN ASURANSI
Oleh
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah Wal Ifta
PERUSAHAAN ASURANSI, HUKUM ASURANSI
Pertanyaan:
Akhir-akhir ini banyak bermunculan perusahaan-perusahaan asuransi dan masing-masing mengklaim memiliki fatwa yang membolehkan asuransi. Sebagian perusahaan itu mengungkapkan, bahwa uang yang anda bayarkan untuk asuransi mobil anda akan dikembalikan kepada anda hanya dengan menjualnya. Bagaimana hukum praktek itu? Semoga Allah memberi anda kebaikan.
Jawaban:
Asuransi ada dua macam. Majlis Hai’ah Kibaril Ulama telah mengkajinya sejak beberapa tahun yang lalu dan telah mengeluarkan keputusan. Tapi sebagian orang hanya melirik bagian yang dibolehkannya saja tanpa memperhatikan yang haramnya, atau menggunakan lisensi boleh untuk praktek yang haram sehingga masalahnya menjadi tidak jelas bagi sebagian orang.
Asuransi kerjasama (jaminan sosial) yang dibolehkan, seperti; sekelompok orang membayarkan uang sejumlah tertentu untuk shadaqah atau membangun masjid atau membantu kaum fakir. Banyak orang yang mengambil istilah ini dan menjadikannya alasan untuk asuransi komersil. Ini kesalahan mereka dan pengelabuan terhadap manusia.
Contoh asuransi komersil: Seseorang mengasuransikan mobilnya atau barang lainnya yang merupakan barang import dengan biaya sekian dan sekian. Kadang tidak terjadi apa-apa sehingga uang yang telah dibayarkan itu diambil perusahaan asuransi begitu saja. Ini termasuk judi yang tercakup dalam firman Allah Ta’ala.
Artinya: "Sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan” [Al-Maidah : 90]
Kesimpulannya, bahwa asuransi kerjasama (jaminan bersama/jaminan social) adalah sejumlah uang tertentu yang dikumpulkan dan disumbangkan oleh sekelompok orang untuk kepentingan syar’i, seperti; membantu kaum fakir, anak-anak yatim, pembangunan masjid dan kebaikan-kebaikan lainnya.
Berikut ini kami cantumkan untuk para pembaca naskah fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhut Al-Ilmiyah wal Ifta (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiyah dan Fatwa) tentang asuransi kerjasama (jaminan bersama).
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam dan salam semoga dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, para keluarga dan sahabatnya, amma ba’du.
Telah dikeluarkan keputusan dari Ha’iah Kibaril Ulama tentang haramnya asuransi komersil dengan semua jenisnya karena mengandung madharat dan bahaya yang besar serta merupakan tindak memakan harta orang lain dengan cara perolehan yang batil, yang mana hal tersebut telah diharamkan oleh syariat yang suci dan dilarang keras.
Lain dari itu, Hai’ah Kibaril Ulama juga telah mengeluarkan keputusan tentang bolehnya jaminan kerjasama (asuransi kerjasama) yaitu terdiri dari sumbangan-sumbangan donatur dengan maksud membantu orang-orang yang membutuhkan dan tidak kembali kepada anggota (para donatur tersebut), tidak modal pokok dan tidak pula labanya, karena yang diharapkan anggota adalah pahala Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan membantu orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan tidak mengharapkan timbal balik duniawi. Hal ini termasuk dalam cakupan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Artinya: "Dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran” [Al-Ma’idah: 2]
Dan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Artinya: "Dan Allah akan menolong hamba selama hamba itu menolong saudaranya” [Hadits Riwayat Muslim, kitab Adz-Dzikr wad Du’at wat Taubah 2699] Ini sudah cukup jelas dan tidak ada yang samar.
Tapi akhir-akhir ini sebagian perusahaan menyamarkan kepada orang-orang dan memutar balikkan hakekat, yang mana mereka menamakan asuransi komersil yang haram dengan sebutan jaminan sosial yang dinisbatkan kepada fatwa yang membolehkannya dari Ha’iah Kibaril Ulama. Hal ini untuk memperdayai orang lain dan memajukan perusahaan mereka. Padahal Ha’iah Kibaril Ulama sama sekali terlepas dari praktek tersebut, karena keputusannya jelas-jelas membedakan antara asuransi komersil dan asuransi sosial (bantuan). Pengubahan nama itu sendiri tidak merubah hakekatnya.
Keterangan ini dikeluarkan dalam rangka memberikan penjelasan bagi orang-orang dan membongkar penyamaran serta mengungkap kebohongan dan kepura-puraan. Shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, kepada seluruh keluarga dan para sahabat.
[Bayan Min Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah wal Ifta Haula At-Ta’min At-Tijariyat Ta’min At-Ta’awuni]
[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, hal 583-585, Darul Haq]

Baca selengkapnya